; SEJARAH PETOJO : TANAH PANGLIMA PERANG KERAJAAN BONE - SayaNaia

SEJARAH PETOJO : TANAH PANGLIMA PERANG KERAJAAN BONE

Pada awal abad ke-17, wilayah Petodjo atau Petojo masih sebuah hutan belantara tanpa penghuni. Namun setelah Phoa Beng Gan (disebut juga Phoa Bing Gam) yang merupakan Kapten Tionghoa (Kapitein der Chinezen) yang juga ahli irigasi membuat kanal Molenvliet (sungai pabrik), yang menghubungkan kota lama dengan sebelah selatan, maka berdatanganlah orang-orang dari luar ke Petojo.



source image: google




Adapun asal usul nama Petojo memiliki dua versi, yaitu: versi pertama, menurut informasi penduduk setempat, daerah tersebut dinamakan Petojo karena dahulunya di Jalan Suryopranoto sekitar tahun 1920-an terdapat pabrik es Belanda dengan nama Petojo Ijs. Pabrik es tersebut merupakan pabrik es yang terbesar di wilayah Jakarta. Depot Es Petodjo – yang awalnya dibuat di daerah Petodjo Jakarta, namun dengan meluasnya daerah jajahan Belanda, pabrik es tersebut menyebar di Cilacap, Jogjakarta, dan beberapa daerah lain.

Versi kedua menurut ahli sejarawan, Petojo berasal dari nama seorang panglima perang orang – orang Bugis bernama Aru Petuju yang pada tahun 1663 diberi hak pakai kawasan tersebut dan dipetakan dalam peta Betawi buatan abad ke-19 sebagai “Patojoe Land”. Perubahan dari petuju menjadi petojo tampaknya lazim di Batavia pada waktu itu, seperti halnya kata pancuran, kemudian diucapkan jadi pancoran.

Beberapa tahun sebelum bermukim di kawasan yang terletak di sebelah barat Kali Krukut itu, Aru (Arung) Petuju bersama dengan Pangeran dari Bone Aru (Arung) Palaka, menyingkir ke Batavia, setelah gagal melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa, yang telah lama dilakukannya. Dengan demikian terjalinlah kerjasama antara Aru Palaka dengan Belanda dalam menghadapi Sultan Hasanuddin. Kerjasama antara dua kekuatan itu berhasil mengakhiri kekuatan Gowa atas Bone. Sultan Hasanuddin terpaksa harus menerima kenyataan, bahwa VOC akan memegang monopoli perdagangan di Sulawesi Selatan.

Setelah Aru Palaka meninggal dunia, sebagian anak buahnya ikut menjadi “repatriasi” ke Betawi. Mereka menjadi mesin perang di berbagai peperangan seperti di Jampang, Siam (Thailand), Ceylon, Persia, Ternate, Ujung Timur Jawa dan Jawa Tengah.


Petojo Enclek

Sekitar tahun 1930-an, daerah yang sekarang dinamakan Petojo Enclek (Enclave) merupakan tangsi tentara dan kuburan Belanda yang tempatnya terpisah dengan lain. Dahulu di sebelah Petojo Enclek sampai Jalan Kesehatan, daerahnya disebut kampung Pabuaran karena penghuninya berasal dari daerah luar. Adapun nama Petojo Sawah di Sangiran kota. Daerah Petojo sawah ini kemudian dipecah menjadi dua bagian yaitu:

a. Petojo Sawah Utara, wilayahnya dari Jl. Tangerang sampai Jl. Ketapang

b. Petojo Sawah Selatan, wilayahnya dan Jl. Tangerang sampai Jl. Tarakan

Di sebelah utara Jl.Tangerang terdapat daerah yang bernama Petojo Ilir dan wilayah di sebelah selatan Jl. Tangerang disebut Petojo Udik.


Petojo Binatu

Nama Petojo Binatu diambil dari pekerjaan penduduk yang ada di sana menjadi tukang cuci dan keringkan pakaian. Pada waktu itu di Petojo Binatu ada tiga tempat Binatu yang terkenal dikelola oleh orang-orang dari dari daerah Tangerang yaitu Binatu Lilang, Binatu Asli, dan Binatu Baspangin. Dahulu kampung Petojo dialiri oleh dua sungai yaitu sungai Palis dan sungai Cideng. sungai Palis mengalir di sepanjang Jl. Kesehatan dan Jl. AM. Sangaji. Sedangkan sungai Cideng mengalir dari Jati Baru ke daerah Cideng. Sungai-sungai ini dipakai untuk membawa getek-getek bambu dari Tanah Abang ke Tanah Sareal.

Sebagaimana umumnya tanah – tanah yang semula dikuasai oleh sekelompok orang dibawah pemimpin masing – masing, kawasan Petojo juga kemudian beralih tangan. Pada tahun 1816 kawasan Petojo sudah dimiliki oleh Willem Wardenaar, mantan anggota dewan kehakiman di Batavia, di samping tanah- tanah di daerah – daerah lainnya, seperti Kampung Duri dan Tomang yang pada waktu itu biasa disebut Vredelust.

Berbagai Sumber
Naia Djunaedi
Naia Djunaedi Betawi - Cirebon - China - India - Arab Maklum. Ibu dari 3 anak, ex Radio Script Writer, ex Journalist, Bookworm, Senang menonton drama dan film, Ambivert, Senang menertawakan kehidupan, Terlahir dengan wajah jutek dan aslinya memang galak sih.. Hehehehe. Open Comission for art on Instagram or e-mail

5 comments for "SEJARAH PETOJO : TANAH PANGLIMA PERANG KERAJAAN BONE"

  1. Salam, pentingnya sejarah untuk masa depan, kes yang dulu patut dikaji ada hikmahnya.

    ReplyDelete
  2. pelajaran sejarah penting, tidak hanya tulisan belaka,

    ReplyDelete
  3. Aku cukup familiar sama daerah Petojo mbak, karna dulu adikku kerja & kos di daerah sana, aku sering main kesana hihihi

    ReplyDelete
  4. Aku sampe Googling dulu Petojo daerah mana di Jakarta mba 🤣. Makluuum, buta arah banget kalo aku. Petojo sering denger, tapi ditanya itu di mana, langsung blank 🤣

    Jadi tau sejarahnya deh setelah baca ini 👍. Suka baca tulisan mba Naia ttg sejarah2 Bbrp tempat . Moga2 ntr ada sejarah Rawamangun tempat aku tinggal 😄

    ReplyDelete
  5. ooo perkataan Petojo tu dari belanda rupanya. saya ingatkan perkaan jawa

    ReplyDelete

Post a Comment