; Perlukah Orang Tua Ikut Campur dalam Urusan Anak di Usia Remaja - SayaNaia

Perlukah Orang Tua Ikut Campur dalam Urusan Anak di Usia Remaja

Hai, hari ini saya mau sedikit bercerita tentang rencana akhir minggu kami yang gagal 😅. Jadi seharusnya akhir pekan kemarin saya dan anak-anak sudah berencana untuk menghabiskan akhir pekan di rumah ayah saya, alias kakek mereka. Setelah minggu lalu juga gagal karena anak sulung saya mendadak harus mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman sekolahnya.

Memang perubahan besar terjadi begitu kakak Teduh masuk sekolah lanjutan pertama, jadwal sekolah semakin padat. Setiap hari, si kakak harus berangkat pukul 05.30 dan pulang ke rumah hampir jam 17.00, kalau ada ekstra kulikuler, otomatis sampai di rumah sudah menjelang maghrib. Khusus di hari rabu, kakak masih harus lanjut les conversation sampai jam 7 malam. Sampai rumah pun kakak belum bisa langsung istirahat. Setelah maghrib dia masih harus setoran baca al-qur'an, one week one juz, artinya dalam 1 minggu dia harus menyelesaikan bacaan qur'an sebanyak 1 juz dalam satu minggu. Belum lagi Pekerjaan Rumah yang soalnya sih cuma 5, tapi beranak pinak 😆. Jadi meski cuma 5 soal, jawaban bisa satu lembar buku tulis, bolak balik 😓.

Capek ya kalau dibayangkan? Saya aja capek lihatnya, apalagi anak-anak yang menjalaninya setiap hari. Tapi sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan mendo'akan, jangan lupa sediakan makanan bergizi dan vitamin buat mereka. Itu tadi sedikit gambaran tentang kegiatan kakak setiap hari. 



source image: pinterest



Nah Jum'at lalu saya tiba-tiba mendapat pesan whatsapp dari salah satu orang tua teman si kakak yang kebetulan mereka satu kelompok dalam tugas vlog. Awalnya saya gak mau ikut campur karena saya yakin anak-anak bisa mengerjakan sendiri tanpa campur tangan kami para orang tua. Ibu si anak ini meminta saya menelepon pelatih silat kakak supaya latihan silatnya cepet selesai, supaya kakak dan salah satu teman yang juga ikut ekskul silat bisa segera pulang. Dalam hati 'siapa gue nyuruh pelatih udahan latihan'. Saya beralasan kalau saya tidak punya nomor pelatihnya, selain karena malas, tapi karena memang saya belum punya.

Tidak puas sampai di situ, si ibu membuat grup khusus ibu-ibu untuk membahas rencana tugas vlog anak-anak. Setelah sebelumnya, ibu ini ribut di grup yang isinya semua orang tua murid di kelas. Setelah itu, beliau melakukan panggilan grup. Dan menyuruh kami menyusul mereka ke tempat mereka mau membuat vlog hari itu. Karena gak ada ibu-ibu yang berani 'ngomong', jadilah saya bilang kalau beberapa anak memang gak bisa menyusul ke tempat itu, selain mendung dan sudah sore, anak-anak masih harus menyelesaikan kegiatan ekskul mereka terlebih dulu. Ada pula anak yang ibunya sedang di rumah sakit karena darurat. Dan anak ini kondisinya di rumah sendiri dan baru saja selesai latihan untuk lomba, gak kebayang dong capeknya. Si Ibu lantas meminta saya (karena beliau tahu kalau kami tetanggaan) supaya membujuk anak itu agar mau menyusul ke tempat yang sudah dia tentukan. Dalam hati, 'ini orang kok semaunya banget'. Karena di area rumah kami kebetulan hujan deras. Mau gak mau saya jelaskan lagi kalo anak itu juga gak bisa karena situasinya tidak memungkinkan. Lantas saya bilang 'sudah bun, yang gak bisa hari ini biar nanti menyusul bikin vlog nya nanti tinggal dijadikan satu'.

Begitu kakak pulang dan sudah cukup istirahat, barulah saya tanya ke kakak. Ternyata mereka ini sudah sepakat untuk membuat vlog sendiri-sendiri dengan tema makanan dan minuman khas Betawi dan nanti akan diedit dan dijadikan satu. Selanjutnya mereka sepakat di hari senin untuk membuat pembuka dan penutup video. Nah sudah jelas kan sebetulnya tidak ada masalah.

Mereka pun awalnya sudah bertanya ke guru karena mereka tahu bahwa mereka gak mungkin bisa merekam video bersama dalam satu frame. Dan guru mereka pun sudah mengizinkan, asalkan wajah setiap anak harus muncul. Dalam arti mereka punya tanggung jawab terhadap tugas mereka masing-masing yang nanti digabung dalam satu video blog. Dan ini juga ditanyakan ke beberapa anak yang kebetulan hari itu tidak bisa ikut merekam video, jawaban mereka semua sama. Video direkam sendiri-sendiri! Sudah jelas ya?!


source image: google



Lalu, anak-anak yang kebetulan tidak bisa merekam di hari Jum'at, sudah sepakat mau merekam video bersama di hari Sabtu setelah zoom native & conversation class. Tetapi, lagi-lagi si ibu yang kemarin ini tiba-tiba meminta kami merubah jadwal di hari minggu, yakni setelah anak-anak selesai Persami di sekolah.  Tetapi mereka meminta kami untuk ke tempat di mana mereka sudah merekam video di hari Jum'at, barulah nanti anak-anak kami ke sekolah untuk merekam video pembuka dan penutup bersama-sama satu kelompok. 😑 Egois banget gak tuh?! Ya kami orang tua yang sudah sepakat di hari Sabtu, dengan hati yang dongkol mau gak mau membatalkan rencana akhir pekan kami.

Gak kebayang ya, kemarin itu panas terik luar biasa, anak-anak yang baru selesai persami pasti super capek dan gerah karena seragam pramuka yang tebal. Saya dan orang tua yang belum merekam video akhirnya keukeuh mau membuat video di sekolah saja, meski si ibu agak maksa supaya tempatnya sama dengan video yang beliau rekam. Alhamdulillah rekaman vlog berjalan lancar di sekolah setelah ribut-ribut gak jelas dari beliau 😆.

Saya pribadi dan beberapa orang tua mengutamakan mood anak, jangan sampai anak-anak seperti dipaksa melakukan sesuatu yang mereka gak mau. Apalagi mereka sudah punya kesepakatan di awal. Tetapi si ibu dengan dalih 'anak-anak pasti gak bakal deh nyelesain tugas mereka kalau bukan kita yang bawel ngingetin mereka'. Saya tertawa dalam hati, kalau begini terus, kapan anak-anak belajar dewasa dan bertanggung jawab atas tugas mereka sendiri.

Sebagai orang tua, kita cukup memantau, mendukung dan mengingatkan anak-anak. Mau sampai kapan anak terus kita 'suapi'? Anak-anak yang beranjak remaja pelan-pelan dan mau gak mau akan terus menghadapi situasi tak terduga yang pasti akan terjadi dalam kehidupan mereka. Orang tua bisa memberi solusi jika anak-anak memintanya. Kalau memang ingin membantu, kita cukup menawarkan bantuan seperlunya saja dan tidak perlu terlibat penuh dengan tugas mereka di sekolah. 



source image: google



Hal-hal yang dianggap sepele ini bisa jadi malah menjadikan kita sebagai orang tua yang toxic. Anak-anak tidak wajib mengikuti semua kemauan orang tua. Mereka bisa memilih apa yang mereka mau, sementara orang tua cukup menjelaskan konsekuensi dari semua keputusan yang mereka ambil selama itu tidak melanggar hukum atau membahayakan diri mereka dan orang lain. Ini juga melatih agar mereka percaya diri dalam mengambil keputusan.

Jadi kesimpulannya kemarin, bukan hanya kami para orang tua yang kesal. Anak-anak pun kesal karena mereka merasa tidak dipercaya oleh orang tua untuk menyelesaikan tugas mereka sendiri. Jadi deh saya harus menjelaskan kepada anak saya kenapa akhirnya saya ikut campur. Yakni demi mencegah si ibu ikut campur terlalu jauh. 

Dan benar saja, kemarin anak si ibu itu 'ngambek' karena kepanasan. 😆 Sementara teman-temannya yang lain seakan sudah 'biasa' dengan kondisi si anak yang rupanya sering ngambek gak jelas di sekolah.



Naia Djunaedi
Naia Djunaedi Betawi - Cirebon - China - India - Arab Maklum. Ibu dari 3 anak, ex Radio Script Writer, ex Journalist, Bookworm, Senang menonton drama dan film, Ambivert, Senang menertawakan kehidupan, Terlahir dengan wajah jutek dan aslinya memang galak sih.. Hehehehe. Open Comission for art on Instagram or e-mail

8 comments for "Perlukah Orang Tua Ikut Campur dalam Urusan Anak di Usia Remaja"

  1. Halo mbak Naia.

    Sepertinya dalam setiap sekolah ada saja ibu teladan seperti dia ya, yang suka mengatur ini itu semau ia sendiri.

    Mungkin karena didikan orang tuanya atau mungkin lingkungan sekitar. Tapi ibu tersebut kan sudah dewasa, eh maksudnya sudah gede ya, harusnya bisa tahu mana yang bagus dan jelek.

    Memang jika kita memanjakan anak takutnya nanti malah tidak mandiri ya.

    ReplyDelete
  2. sepertinya ibu-ibu tipe yang pengen anaknya aktif dan menonjol tapi dengan keegoisanya, harusnya sih gak sampai segitunya ya mbak, kita hrus menyesuaikan kondisi anak, dan berbicara baik-baik dengan yang lainya :)

    ReplyDelete
  3. Memang benar Kak, sebagai orang tua kita perlu memberikan ruang untuk sang anak bebas memilih namun dengan arahan dan bimbingan tentunya.

    Terkadang Anak-anak merasa hidupnya terlalu disetir dan menjalani hal yang sebenarnya tidak ia inginkan.

    ReplyDelete
  4. Biarkan saja si Ibu itu ngoceh sendiri. Yang lain kompak tidak melayani. Kira2 dampaknya apa ya? Mending tidak stress. Minimal malu sendiri. He he ....

    ReplyDelete
  5. Di grub anakku yg kls 1 ada nih tipe ibu begini. Wakorlas pula lagi dia. Tapi aku mah ogah ngelayanin. Dia mau nyuruh macem2, biasa juga aku yg ga mau ngikutin 😂. Tiap kali ada tugas , yg aku suruh asistenku utk nemuin dia. Dari situ aja udh tanda kalo aku ga mau respect Ama orang begini. Yg bikin kesel, suka ngambek ga jelas kalo keinginan ga dipenuhi, atau suka marah2 di grub. Tapi suami udh wanti2 jgn diajak ribut orang begitu. Ntr yg susah takutnya anak kita. Apalagi dia wakorlas. Kalo bukan suami ngelarang, udah aku layanin tiap kali dia bikin keributan 🤣

    ReplyDelete

Post a Comment