Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982
Judul Buku : Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982
Penulis : Cho Nam-Joo
Penerjemah : Iingliana
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Januari 2020
Tebal : 192 Halaman
ISBN : 9786020636191
Scrolling blogger, terus baru keinget ternyata berbulan-bulan postingan ini masih ada dalam draft! 😂😂. Kok bisa? Iya, begitu memang kalau saya pergi menginap ke rumah ayah, biasanya suami yang akan bantu post, tetapi ternyata saya lupa minta tolong untuk post draft yang ini. Saya terbiasa membuat dan menyimpan tulisan di dalam draft, supaya ketika saya buntu atau kebetulan agak lama gak bisa pegang keyboard masih ada tulisan yang bisa saya posting (dengan bantuan suami, kalau kebetulan saya gak di rumah). Mungkin karena pekerjaan saya dulu sebagai penulis skrip siaran yang membuat saya terbiasa membuat banyak artikel untuk berjaga-jaga sekiranya ada penyiar yang meminta skrip tambahan dalam siarannya.
Buku ini sebenarnya sudah saya baca di pertengahan tahun lalu, sebelum menonton filmnya yang berjudul Kim Ji-Young, Born 1982. Buku tipis yang cukup menguras emosi. Tidak berbeda jauh dengan filmnya, buku menceritakan tentang kehidupan Ji-Yeong sejak remaja hingga menikah dan memiliki seorang anak. Kalau biasanya saya malas menonton film karena saya sudah tahu jalan ceritanya dari buku, tapi saya tetap menonton filmnya karena baik film mau pun bukunya sama-sama menguras emosi.
Seperti biasa, saya tertarik membaca buku ini karena covernya yang unik. Ya memang saya lebih sering menilai buku berdasarkan covernya, hahaha, tapi ini tidak berlaku kalau saya menilai sifat orang ya, saya tidak menilai orang hanya dari penampilannya saja. Gambar siluet wajah seorang wanita dengan latar berwarna putih, tentu menarik minat saya untuk bisa membaca buku ini. Seperti yang sudah saya ceritakan dalam resensi filmnya di postingan yang sudah terpental agak jauh.
Kim Ji-yeong yang sejak kecil merasa ada perbedaan perlakuan antara ia, kakak perempuan dan adik laki-lakinya. Bukan hanya perlakuan yang didapat dari ayah dan neneknya, tetapi di lingkungan sekolah pun sama. Sewaktu ibunya menikah dengan ayahnya dulu, nenek Ji-Yeong berkata bahwa ibunya harus melahirkan anak laki-laki, setidaknya 2 orang. Namun ketika ibu melahirkan Kim Eun -yeong, ibu meminta maaf sambil menangis karena ia melahirkan anak perempuan. Hal yang sama terulang ketika Ji-yeong lahir, ibu juga terus meminta maaf dan menangis di depan nenek. Namun, nenek menenangkannya dan berkata "Tidak apa-apa. Anak ketiga mungkin laki-laki."
Ketika ibu hamil anak ketiga, ia menangis hingga muntah-muntah setelah kunjungannya ke dokter. Ibu yang tersiksa dengan harapan suami dan mertuanya akan kehadiran anak laki-laki, terpaksa "menghapus" adik perempuan Ji-yeong di rumah sakit, sendirian. Ibu menangis meraung-raung karena kesedihannya begitu mendalam, karena ia terpaksa melakukan ini karena beban yang harus ia pikul jika sampai keluarga tahu bahwa ia akan melahirkan anak perempuan lagi. Namun, beberapa tahun kemudian hadir seorang anak laki-laki yang mendapat perlakuan istimewa dalam keluarganya.
Sejak kecil, Ji-yeong terbiasa membantu ibunya melakukan pekerjaan tambahan untuk menghasilkan uang karena gaji ayahnya tidak seberapa, sementara di dalam rumah itu ada 6 mulut yang harus diberi makan dan dicukupi segala kebutuhannya. Ketika Ji-yeong dan Eun-yong selesai belajar, mereka segera membantu ibu menyelesaikan pekerjaan menggulung penyekat jendela, pekerjaan tambahan ibu. Sementara adik laki-laki mereka bermain-main dengan sisa spons dan merobek-robek kantung plastik.
Di sekolah, Ji-yeong sering diganggu oleh murid laki-laki, bukan hanya sekedar menghilangkan penghapus atau alat tulis, tetapi anak itu juga berani memukul lengan Ji-yeong. Suatu kali Ji-yeong melepas sandal kelasnya karena hari itu sangat panas, anak laki-laki yang menjadi teman sebangkunya menendang sandal itu hingga melewati deretan meja ke depan kelas. Ini membuat guru mereka marah dan bertanya siapa pemilik sandal itu? Ji-yeong memberanikan diri untuk mengaku, tetapi ia malah mendapat makian, Ji-yeong disebut pengecut karena tidak mengaku dari awal dan disebut pencuri karena insiden sandalnya membuat jam pelajaran mereka berkurang.
Ji-yeong hanya menangis karena tidak bisa membela diri. Namun teman perempuan yang menempati meja di samping Ji-yeong membela Ji-yeong dengan suara lirih 'itu memang sandal Ji-yeong, tetapi bukan Ji-yeong yang menendang sandal itu ke depan kelas'. Anak laki-laki itu akhirnya ikut dimarahi karena selama ini ia selalu mengganggu Ji-yeong dan harus menulis semua kenakalan yang pernah ia lakukan kepada Ji-yeong, lalu ditandatangani oleh ibunya, setelah selesai ia harus menyerahkan daftar kenakalannya itu kepada guru.
Makan siang di sekolah pun tampaknya bukan sesuatu yang menyenangkan bagi Ji-yeong dan anak-anak perempuan lainnya. Sebab mereka baru bisa makan ketika anak laki-laki selesai. Anak-anak perempuan harus menghabiskan makan siang mereka 5 menit sebelum jam makan berakhir, ini membuat Ji-yeong dan teman-temannya tergesa-gesa menghabiskan makanan mereka karena mereka tidak boleh menyisakan makanan sedikit pun. Para guru akan berkeliling dan memastikan bahwa makanan mereka sudah habis, jika tidak guru akan memukul-mukulkan sendok ke nampan dan bertanya mengapa mereka belum selesai makan. Tak jarang anak-anak perempuan berusaha menelan nasi dan lauk dengan bantuan air, seperti orang yang sedang minum obat.
Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian, yakni musim gugur 2015, 1982 -1994, 1995 -2000, 2001 - 2011, 2012 - 2015, dan tahun 2016. Berbagai kejadian di dalam buku menggambarkan bagaimana para perempuan dengan tokoh utama Kim Ji-Yeong, menghadapi kesulitan demi kesulitan di dalam hidupnya. Ketidakadilan di lingkungan sekolah, pekerjaan, bahkan penilaian di masyarakat. Meski hanya 192 halaman, tetapi isinya cukup padat dan membuat kita belajar memahami satu sama lain. Bukan hanya laki-laki, saat ini pun masih banyak perempuan yang senang meremehkan sesama perempuan.
Rupanya, setiap kelas itu pasti ada tukang bully yang pandai lempar batu sembunyi tangan ya, ananda. Lain yang punya gawean lain pula yang dimarahi guru. Untung ada teman yang membela. Saat ini guru harus hati2,. Selamat sore, ananda Naia. Terima kasih telah berbagi kisah.
ReplyDeleteiya bunda, berani iseng tapi nyalinya ciut begitu ketahuan guru.. hehehehe..
DeleteYa jadi guru di zaman sekarang memang tantangannya lebih berat kayaknya, bukan cuma murid yang iseng, terkadang ortu malah membela anak yang salah dan balik memarahi gurunya.. ^_^
Wah samaan mbak, akupun malas kalau nonton film kalau kita udah baca bukunya, kadang mengecewakan karna filmnya ga sesuai ekspektasi, tapi kalau baca buku setelah nonton filmnya aku malah semangat banget, bisa berimajinasi lebih dari yg di film HAHAHA
ReplyDeleteiya, biasanya bakal banyak protes kalo kebetulan udah baca bukunya duluan kan? Hehehe. Tapi untuk film ini kebetulan aku udah baca bukunya duluan dan syukurnya gak kecewa karena dalem banget ceritanya.. Hiks..
DeleteJie Yeong itu cewe apa cowok mbak, kayaknya cowok ya soalnya keluarga nya mendambakan anak laki-laki.
ReplyDeleteKadang bingung nama Korea, mana yang cewek, mana cowok. Kalo Indonesia kan gampang, kalo Paijo, Dodo itu cowok. Kalo painem atau Saidah itu cewek.
Ji-Yeong cewek, kak.. hehehehe.. yang cowok itu adeknya Ji-Yeong..
DeleteIni buku fiksi atau real kak, kok alur dan kisahnya benar2 kayak kehidupan sehari2 yah
ReplyDeleteIni fiksi tapi ditulis berdasarkan yang pernah terjadi di Korea, diskriminasi terhadap perempuan. Tapi gak di Korea aja sih, di Indonesia juga masih banyak yang begini
DeleteRupanya filem ni dari buku. Pernah tengok filem ni di channel Red by HBO. Menarik filemnya.
ReplyDeleteiya dari buku, filmnya bagus, sangat mewakili perasaan perempuan.. Hehehehe
Deletesuka sama reviewnya. :)
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih ^_^
Deletesy kena cari movie nya... sebab lain daripada yang lain jalan ceritanya... 👍👍
ReplyDeletebetul kak, sewaktu menonton ini serasa tengah menonton tentang diri sendiri.. hahahaha
DeleteDari premis dan ulasannya sepertinya menarik ini Buku Kak
ReplyDeletehehe
ini bagus, Teddy. Tentang ibu rumah tangga yang diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya, bagaimana dia merasa depresi tapi dia gak sadar, dan suaminya bener2 peduli dgn kesehatan mental istrinya.
Delete