; Terapi Lanjutan - SayaNaia

Terapi Lanjutan

Hai teman-teman, apa kabar? Kalau saya lagi sedih nih. Hehehe. Apa sih Nai, sedih terus? Ini karena rencana terapi saya yang awalnya berakhir di bulan Februari ternyata harus tetap berlanjut entah sampai kapan. Ya, saya masih harus minum obat-obatan sampai dokter menyatakan saya sembuh total. Duh, sedih ya, karena rencana awal cuma 6 bulan, ternyata tidak seindah dalam angan-angan. Hehehe.






Jelang akhir Februari lalu saya kembali kontrol ke psikiater dan menceritakan semua yang saya rasakan. Apakah ada perbaikan, apakah masih ada hal-hal yang mengganggu. Alhamdulillah banyak hal positif yang saya rasakan dari bulan ke bulan. Tetapi saya masih sering menangis tanpa sebab (ini karena emosi yang saya pendam selama 15 tahun). Nafsu makan saya juga menurun drastis. Saya makan hanya sebagai syarat agar bisa minum obat, dengan porsi makan yang sangat sedikit.







Rambut masih rontok tetapi sudah tidak terlalu parah. Untuk mengatasi ini, dokter sengaja meresepkan saya obat dengan membagi waktunya dari 2x sehari di pagi dan malam, menjadi 3x pembagian di pagi, siang dan malam. Ini bertujuan agar saya makan minimal 3x sehari meski dengan porsi kecil. 😅

Ini bukan soal  makanan apa yang membuat saya tidak berselera. Tetapi memang selera makan saya yang menghilang begitu saja, tak peduli dengan makanan kesukaan, saya pun tetap tak tertarik memakannya. Satu bungkus mie instan pun tidak bisa saya habiskan, bahkan mie di dalam cup kecil pun tak habis. Selera makan saya benar-benar terbang entah kemana.







Saat ini saya terlihat menjadi lebih egois, apatis dan berbagai macam label negatif menempel. Beberapa teman menjauh (lagi) ketika mereka tahu saat ini saya sudah tidak punya apa-apa dan saya terkena penyakit mental. Namun saya bersyukur, saya jadi tahu mana teman yang terus mendukung saya dan mana teman yang ada saat saya masih bermanfaat bagi mereka (bisa dimanfaatkan).







Ada beberapa orang yang menyebut saya kurang bersyukur makanya saya kena penyakit ini. Padahal mereka tidak tahu apa yang saya alami selama ini. Mereka tidak pernah tahu betapa saya sangat bersusah payah menahan diri agar tidak mengakhiri hidup dan saya melakukan ini demi anak-anak. Tidak ada seorang pun yang menjadi tempat bercerita yang aman. Ada, tetapi kami berbeda domisili dan dia pun memiliki masalah yang tidak kalah beratnya dengan saya. Kami hanya tidak mau saling membebani masing-masing. Maka setiap hari kami saling mengirim reels lucu di instagram agar kami bebas tertawa lepas meski sebenarnya kami sangat ingin menangis dan berteriak betapa dunia ini sangat kejam bagi sebagian orang termasuk kami.

Saya membiarkan orang-orang yang pergi dan bahkan beberapa dari mereka memblokir kontak dan sosial media tanpa menjelaskan apa sebabnya. Tak apa. Saya tidak akan memaksa orang-orang untuk ada di samping saya. Saya ingin sembuh sendiri tanpa bantuan orang lain. Saya ingin mencari bahagia dengan berusaha sendiri, bahagia meski dari hal-hal kecil yang saya alami setiap hari. Saya tidak ingin bergantung kepada orang lain, agar ketika orang-orang itu pergi, kebahagiaan saya tidak ikut pergi.

Saya sangat menghargai teman-teman yang selalu mendukung saya, dan saya tidak memaksa teman-teman untuk peduli dengan saya. Tidak. Buat teman-teman yang selalu ada, saya ucapkan beribu terima kasih dan semoga Tuhan membalas kebaikan kalian dengan kebaikan dan keberkahan yang berlipat ganda. Sementara untuk mereka yang pergi, semoga kalian tetap sehat dan dalam lindungan Tuhan. Semoga kalian tidak mengalami apa yang saya alami saat ini. 

Ingat, bahagia itu tergantung apa yang ada di kepala. Jadi, cari dan ciptakan rasa bahagiamu sendiri walau dalam hal-hal sederhana. 
Naia Djunaedi
Naia Djunaedi Betawi - Cirebon - China - India - Arab Maklum. Ibu dari 3 anak, ex Radio Script Writer, ex Journalist, Bookworm, Senang menonton drama dan film, Ambivert, Senang menertawakan kehidupan, Terlahir dengan wajah jutek dan aslinya memang galak sih.. Hehehehe. Open Comission for art on Instagram or e-mail

6 comments for "Terapi Lanjutan"

  1. Semoga mbak Naia segera sehat, sedih juga baca kisahnya. Tetap semangat ya mbak.

    ReplyDelete
  2. Mbak, sabar selalu ya.

    Gak apa-apa terapinya di exend, semoga saja itu jalan menuju kesembuhan.
    Benar juga, saat terpuruk kita jadi tahu mana teman yang sebenarnya teman. Mungkin sesuai dengan pepatah 'a firend in need, a friend indeed'. Jadi teman yang pada menghilang bukanlah teman sesungguhnya.

    Tentang setiap hari harus minum obat, saya sekarang juga demikian. 5 butir pil harus saya telan setiap hari. Selamanya. Begitulah.

    Tetap semangat ya Mbak. Jangan lupa untuk banyak berdoa memohon kesembuhan.

    Salam,

    ReplyDelete
  3. Mbaak....kuat yaaa...bahagia itu kita sendiri yang ciptakan....ga usah peduliin omongan orang lain yang gak ngerti dan mencemooh...🤗

    ReplyDelete
  4. Aaaaa, peluk <3 I feel you. Aku pun pernah dibilang gak bersyukur. Padahal secara mental aku udah capeeee banget. Bolak-balik ke psikiater, minum obat sampai muka kaya bakpao :/ Apalagi orang lihatnya aku “cukup”, jadi kalau coba bicara soal perasaan malah dibilang “banyak yang lebih buruk dari kamu”, etc.

    Pada akhirnya yang bisa bantu kita ya diri sendiri. Dengar kata orang terus malah lama sembuhnya, kecuali kalau mereka bener2 mengerti (atau at least mencoba mengerti).

    Setuju banget lho kalau bahagia itu ada di kepala. Aku inget banget waktu aku bilang cape banget sama hidup dan ingin “udahan” psikiaterku bilang,
    “Nanti gak bisa makan cokelat lagi, lho.”

    Simple tapi tepat, karena saat terpuruk aku lupa sama hal kecil yang bikin aku bahagia.

    ReplyDelete
  5. ya Allah aku sedih bacanya ka. Semoga cepet membaik ya ka, ditunggu kabar baiknya.

    ReplyDelete
  6. Ya Allah.. semoga cpt sembuh ya mbak... aamiin

    ReplyDelete

Post a Comment