; Trip Papandayan Bagian 2 - SayaNaia

Trip Papandayan Bagian 2

Hai hai apa kabar teman-teman pembaca setia sayanaia? Semoga selalu dalam keadaan sehat ya. Maaf ya saya baru sempat menyentuh laptop karena komputer saya error dan gak tahulah itu antara hidup dan mati. Agak ribet ya karena banyak yang harus login ulang dan lain-lain. Syukurnya sih foto-foto trip Papandayan saya simpan di laptop.

Seperti janji saya di tulisan saya sebelumnya, saya mau melanjutkan cerita tentang perjalanan saya menuju Papandayan. Ada kejadian yang cukup menegangkan dan bikin energi saya cukup terkuras. Waktu itu saya dan adik saya berangkat sore hari di rumah ayah saya ke terminal kampung Rambutan. Sampai di sana kami membayar dua ribu rupiah per orang untuk bisa masuk ke terminal. Semua terlihat lancar dan aman, sampai tiba-tiba ada bapak-bapak dengan kemeja salah satu nama bus mendekati kami. 







Saya dan adik saya bertanya kapan kira-kira bus akan berangkat karena kami takut terlalu malam sampai di Garut. Adik saya menanyakan bus-bus yang kebetulan memang ada di terminal, tetapi si bapak malah bilang 'ngapain kalian naik bus itu, tunggu aja bus ... (yang bordir namanya ada di baju si bapak), gak mampir sana sini langsung lewat tol dan berhenti di depan terminal Garut'. Masih aman ya. Lalu adik saya nanya soal tarif bus, si bapak malah muter-muter menjelaskan tarif sekian sekian (yang agak aneh sih, karena dari awal kami sudah survey untuk menyesuaikan budget sampai kami kembali lagi ke Jakarta). 

Dan anehnya lagi, saat saya duduk diam karena merasa capek, si bapak malah menawarkan mobil pribadi milik temannya yang katanya saat itu mau pulang ke Garut. Cukup bayar 100 ribu saja perorang untuk biaya bensin katanya. Saya menolak halus karena tiba-tiba alarm tubuh saya mengisyaratkan tanda bahaya (ahahaha resiko anak indihome). Tetapi si bapak keukeuh menyuruh kami untuk ikut dengan temannya itu dengan jaminan kami akan diantar dengan selamat sampai di terminal tujuan.

Saya dan adik saya tetap menolak dan berkali-kali bilang bahwa kami akan naik bus saja dan gak apa-apa jika harus menunggu agak lama. Tiba-tiba si bapak ini mengeluarkan telepon selularnya dan menelepon seseorang yang ternyata teman yang ia bilang akan pulang ke Garut. Sinyal di badan makin gak karuan, sementara adik saya sudah terlihat 'senggol bacok' tapi saya tahan dan kasih isyarat dengan mata karena kami memang cuma berdua saja di sana. Walau pun banyak orang di terminal, tidak ada jaminan kami ditolong jika sesuatu terjadi di tempat itu.






Saya berusaha menolak dengan halus, namun si bapak dan temannya ini merayu sedemikian rupa agar kami ikut mobil orang tersebut. Bahkan dia menurunkan harga yang sesuai dengan tarif bus yang akan kami tumpangi. Lagi-lagi saya menolak dan mengatakan kami akan naik bus saja karena sudah janjian dengan teman kami di Garut dan akan dijemput sesampainya di sana. Tak kurang akal, si bapak pemilik mobil bercerita dan menyebutkan salah satu kader partai yang katanya anak perempuannya yang bekerja sebagai anggota dewan di Jakarta. Ia ke Jakarta karena ingin menengok anaknya, dan kemudian pulang karena urusan sudah selesai. Wow, saya pun bisa saja mengaku anak jenderal besar, siapa yang peduli?

Kecurigaan semakin besar ketika beliau bilang 'Kamu kok kayak gak percaya sama saya sih? Saya kan berbaik hati menawarkan tumpangan supaya kalian gak perlu lama-lama nunggu bus, biar gak kemaleman di Garut'. Lantas saya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan tentang anak si bapak dan ada beberapa yang menurut saya agak ganjil. Saya kerap melakukan hal ini untuk mengalihkan fokus mereka dengan mengajak mereka bercerita agak panjang walau pun aslinya energi saya hampir habis. Ini penting untuk tahu apa sebenarnya niat mereka.

Alhamdulillah setelah 'perdebatan halus' dan melelahkan, si bapak menyerah dan pergi. Tetapi bapak berseragam di samping saya tetap mengeluh dengan wajah kesal dan terus bilang 'kalo saya jadi eneng, saya mah bakal milih ikut temen saya daripada capek nunggu di sini'. Lantas saya mengalihkan pembicaraan lagi, bertanya berapa lama si bapak bekerja di terminal sampai soal anak-anaknya. Dan saya harus mengatur panas dingin di badan karena capek banget gaes. 😅 Aura negatifnya benar-benar kerasa dan sebelum teman si bapak pergi ya aura negatif combo paket lengkap. Akhirnya si bapak berseragam itu pergi dan saya lega luar biasa. 

Salah satu sales yang kebetulan berjualan di sana lantas membela kami dan bilang 'bagus eneng bisa kalem begitu, tapi saya liat eneng tegang banget tadi sampai gemeteran ya?' Iya aslinya saya nahan gemetar di tangan karena jujur saya agak panik. 'Iya bang tadi saya agak panik karena maksa banget' 'Bagus eneng bisa nolak, saya paham kenapa eneng nolak dan emang harus begitu neng, harus berani'.

Entah, yang saya tahu bahwa orang yang membawa mobil yang terus memaksa kami ikut itu berniat kurang baik kepada kami. Apalagi kami perempuan dan hanya berdua. Begitu bus sampai terminal, kami meletakkan tas di bagasi dan segera ke toilet karena saya nahan pipis dan aslinya pengen banget nangis karena capek. Setelah itu kami membeli cemilan untuk di bus sambil menunggu bus berangkat. 


Naia Djunaedi
Naia Djunaedi Betawi - Cirebon - China - India - Arab Maklum. Ibu dari 3 anak, ex Radio Script Writer, ex Journalist, Bookworm, Senang menonton drama dan film, Ambivert, Senang menertawakan kehidupan, Terlahir dengan wajah jutek dan aslinya memang galak sih.. Hehehehe. Open Comission for art on Instagram or e-mail

10 comments for "Trip Papandayan Bagian 2"

  1. Serem juga mbk ketemu orang model begitu, maksa banget, calo atau apa mungkin ya...apa travel gelap mungkin, iih gak kebayang kalau saya jadi mbk Naia mungkin bakalan melakukan hal yg sama, ngeri ngebayangin ya..amit"kita di apa"in dalam mobil..gitu itu pan termasuk tindakan kekerasan lewat kata-kata gak sih, di tunggu cerita Papandayan nya looh😀

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, bisa dibilang calo sih mbak. Dan maksanya itu loh yang bikin kesel. Pengen nelen orang aja rasanya kan. Hehehehe

      Delete
  2. Memang Mbak sering kita tidak tahu apa niat seseorang, apakah berniat baik atau sebaliknya.
    Tapi, iya, percaya saja sama alarm tubuh seperti yang Mbak lakukan.
    Ditunggu kelanjutan trip Papandayannya Mbak.

    Salam,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Om, saya ikutin kata hati aja. Waspada lebih baik, apalagi tiba-tiba mual. Itu udah tanda kalo saya sebaiknya menjauh dari hal atau orang yang mungkin bisa membahayakan keselamatan.

      Delete
  3. iya mbak untungnya bisa menolak dengan halus
    emang gitu sih kalau di terminal
    agak susah untuk membedakan mana yang beneran baik sama yang modus
    berhubung mbak sama adek cewek berdua doang tanpa ada orang cowok lebih aman emang ikut angkutan bus umum aja
    harus waspada emang mbak,,,

    ReplyDelete
  4. saya pula jadi serba salah bila berhadapan keadaan sebegini...huffff

    ReplyDelete
  5. Ngeri ya. Kok gak lari dari lokasi. Pindah tempat maksudnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. susah bun, karena bawa tas carrier gede2 banget...

      Delete
  6. Bisa kebayang sih mba.. apalagj mba juga sangat sensitif 'alarm tubuhnya' dengan yg begini. Jadi pasti energinya berasa bangettt ya terkuras.

    Syukurlah kalian selamat. Aku ga kebayang kalo ketemu Orang2 tipe begini. Pasti gelisah iya, takut iya. Itu juga yg bikin aku ga mau kluar sendiri atau Ama temen yg aku anggab berani, atau ya Ama suami. Yg bener2 bepergian sendiri jarang banget, itupun ke tempat2 yg aku tau aman aja.

    ReplyDelete
  7. horor banget mbaa. Untung mba Nia tatak. Kalau aku wes pindah tempat duduk, lalu telp temen bilang a-z. wes panjang pokok e biar manusia-manusia dengan "niat baik" itu pergi.

    ReplyDelete

Post a Comment