At Night All Blood is Black, Pemenang The International Booker Prize 2021
Halo, sudah hari sabtu.. Kalian mau kemana nih? Hahaha klasik ya nanya gitu terus, udah tau masih pandemi juga.. Eits jangan sedih, mending kita gosipan soal buku aja yuk, daripada bengong gak tau mau ngapain..
Nah awal Juni ini,
sebuah novel fiksi dengan judul yang bagi saya cukup “menakutkan”, terpilih
sebagai pemenang The International Booker Prize 2021 dari 125 buku yang
diajukan. Novel karya David Diop berjudul Frère d'âme ini (dalam bahasa Prancis: Saudara Sejiwa) yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Anna Moschovakis dengan judul At
Night All Blood is Black (Saat Malam Semua Darah Itu Hitam). Judul yang menarik dan cukup menakutkan bukan? Bagaimana jadinya
jika Anna memberi judul berdasarkan terjemahan, misalnya Soul Brother.
At Night All
Blood is Black adalah novel yang berlatar perang dunia pertama. Novel ini mengisahkan
tentang Tirailleurs Senegal, sebutan untuk korps infantri angkatan darat
Prancis yang sebagian besar berasal dari Senegal di Afrika Barat. Saat
itu Senegal merupakan wilayah jajahan Prancis, dan penduduk aslinya direkrut menjadi
tentara untuk berjuang di bawah bendera Prancis. Para tentara ini membantu Prancis dalam
sejumlah perang, termasuk Perang Dunia I: yakni terdapat sekitar 200.000 Tirailleurs
Senegal yang bertempur untuk Prancis, dengan 135.000 di antaranya terjun di
medan perang di Eropa dan 30.000 dari mereka gugur dalam pertempuran. Satuan
ini juga dikerahkan selama Perang Dunia II.
Adalah dua orang Tirailleurs Senegal, bernama Alfa Ndiaye dan Mademba Diop sebagai tokoh dalam cerita. Mereka tengah terlibat dalam perang besar di Front Barat yang berlokasi di Belgia, timur laut Prancis, Alsace-Lorraine dan barat Jerman. Dikisahkan mereka berdua berada pada parit perang (pertahanan berupa galian tanah yang memanjang), namun setiap kali sang kapten meniup peluit, mereka memanjat keluar dari parit tempat persembunyian mereka untuk menyerang musuh.
Suatu hari Mademba terluka parah, tak lama kemudian ia membuat Alfa sendiri. Sendiri dari yang dia tahu, dari yang dia sayangi, dari teman masa kecilnya yang pergi. Sepeninggal Mademba, Alfa seperti merayakan datangnya semangat, ia menggila dalam pertempuran dalam kebiadaban parit.
Dendam akan
kematian Mademba merayapi tubuhnya. Tiap malam Alfa menyelinap, melintasi garis
musuh dan membunuh satu orang tentara Jerman dan ia tak terluka sedikit pun, tiap
malam juga ia kembali ke parit dengan membawa potongan tangan musuh.
Awalnya rekan-rekan Alfa kagum dengan apa yang diperbuatnya, namun mereka mulai ketakutan dengan kumpulan potongan tangan tersebut dan Alfa dianggap sedang mempraktikan ilmu sihir. Rekan-rekannya berusaha menjauhkan Alfa dari peperangan.
Saya memang belum
membaca buku ini, namun yang saya dapat tangkap dari beberapa resensi atas buku
ini, bahwa novel ini bukan sekedar cerita tentang perang, namun lebih
dalam dari itu. Novel ini bercerita tentang cinta, persahabatan para pemuda
yang berjuang bersama dan hubungan yang luar biasa intens yang dibentuk oleh
orang-orang yang mempertaruhkan kematian bersama satu sama lain.
Dari sedikit isi cerita yang saya jabarkan di atas, novel ini terkesan sangat mengeksploitasi kekerasan dan kekejaman perang, namun berdasarkan artikel the Guardian, salah seorang juri, Hughes-Hallet, seorang sejarawan, mengatakan bahwa novel At Night All Blood is Black adalah sebuah novel yang luar biasa. Pembaca akan merasa dihipnotis, emosinya pun akan tercampur aduk, pikiran-pikiran baru pun akan terbuka. Narasi yang sangat kuat dan menarik. Apalagi saat sang protagonis dituduh melakukan sihir.
"Buku ini
melakukan apa yang dilakukan puisi terbaik, memasuki kesadaran pembaca pada
tingkat yang melewati rasionalitas dan melampaui materi pelajaran. Jadi ya
memang, Anda membaca tentang mutilasi yang mengerikan dan seorang tentara
menjadi gila ... tetapi semua sama, seluruh tragedi bergantung pada dikotomi
ini, tentang kekejaman dari apa yang Anda diberitahu dan keindahan bagaimana
hal itu diekspresikan. Jadi ada banyak kesenangan yang bisa bisa dimiliki dari
novel ini." Hughes-Hallet
The International Booker Prize atau sebelumnya bernama Man Booker International Prize adalah sebuah penghargaan tahunan, yang dimulai pada tahun 2005. Awalnya penghargaan ini dilakukan dua tahun sekali, namun kemudian berubah menjadi acara tahunan sejak tahun 2016. Acara ini diselenggarakan dengan maksud untuk memberikan penghargaan kepada satu buku berbahasa asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di Inggris Raya atau Irlandia. Penghargaan ini didedikasikan selain kepada penulis, juga kepada penerjemah atas kerja hebatnya, sehingga hadiah uang sebesar £ 50.000 (lima puluh ribu poundsterling) atau sekitar 1 miliar rupiah yang disediakan, dibagi sama rata kepada keduanya.
David Diop sendiri adalah seorang novelis berdarah
Prancis-Senegal yang lahir di Paris pada tahun 1966. Masa kecilnya dihabiskan
di Senegal, sebelum ia pindah ke Prancis untuk melanjutkan studi. Diop mendapatkan
gelar doktornya pada Universitas Pau di Sorbonne yang fokus melakukan kajian terhadap
kesusastraan Prancis abad ke-18. At Night All Blood is Black ini mengantarkan Diop
menjadi penulis Prancis pertama dan warisan Afrika pertama yang memenangkan
International Booker.
Sejak
diterbitkan pada tahun 2018, At Night All Blood Is Black telah menjadi
buku terlaris di Prancis dan terpilih untuk 10 hadiah sastra serta memenangkan Prix Goncourt des Lycéens. Terjemahannya juga memenangkan Premio
Strega Europeo italia dan Literatuurprijs Eropa Belanda.
Wah saya penasaran pingin baca bukunya langsung, tapi sayangnya buku ini belum beredar di Indonesia. Untuk versi buku digital sudah ada, tetapi sepertinya saya harus bersabar menunggu versi buku cetaknya saja karena mata saya gak kuat kalau harus membaca langsung dari layar ponsel.
rujukan:
- https://us.macmillan.com
- https://www.theguardian.com
- https://id.wikipedia.org/
- https://thebookerprizes.com/
- https://us.macmillan.com
- https://www.theguardian.com
- https://id.wikipedia.org/
- https://thebookerprizes.com/
Waduh, kalo bukunya tidak berbahasa Indonesia nyerah deh, soalnya tidak paham bahasa Londo.😂
ReplyDeletePadahal kalo lihat dari sinopsisnya seru banget ya tentang perang dunia pertama dan juga tentang persahabatan dalam perang. Tak heran buku ini dapat penghargaan dari The International Booker Prize.
kita tungguin aja ya, Mas.. Mudah2an ada penerbit Indonesia yang mau bikin terjemahan versi Indonesia ^_^
DeletePake Google translate aja om 😀😀
DeleteHahaha nanti terjemahnya ngaco, ah Do..
DeleteMenarik review dari Naia..rasa teringin nak tahu isinya lebih dalam :)
ReplyDeleteSaya pun penasaran, kak.. Karena bukunya belum sampai ke Indonesia ^_^
DeleteLatar belakang "perang dunia pertama" menjadi alasan pertama kenapa tertarik membaca review novel At Night All Blood is Black dan alasan kedua adalah novel ini jadi pemenang lomba. Pasti, novel ini sangat menarik lagi dengan tema percintaan dan persahabatan dengan tokoh para pemuda yang penuh semangat dalam berjuang.
ReplyDeleteHope, someday buku ini bisa beredar secara fisik di Indonesia karena I'm not really interested in reading online book.
Thanks for reviewing this novel.
Anytime, kak..
Deleteiya kak, saya pun tertarik karena latar sejarahnya itu. Kayak novel Yu Hua, itu feel nya dapet banget. dan ngarep buku fisiknya segera masuk ke Indonesia atau kalau bisa ada versi terjemah yang bagus biar lebih mudah dipahami.