Kurus Tidak Perlu Olahraga?

Hai apa kabar? Maaf ya kayaknya saya kelamaan gak muncul di blog. Saya sedang fokus terapi mental beberapa bulan ini. Nanti insya Allah saya ceritain satu-satu ya (termasuk cerita pendakian Papandayan karena saya sedang mengumpulkan foto-foto pendakian di laptop). Beberapa bulan ini saya mulai rutin berolahraga, jalan pagi dan angkat beban. Biasanya saya cuma yoga saja di rumah, tapi karena tahun ini asma sering kambuh, gak ada salahnya kalau saya mencari udara segar gratis di luar rumah. 

Awalnya saya lari pagi, bukan lari cepat sih, tetapi lari santai dengan pace lambat dan stabil karena memang tujuannya cuma untuk melatih napas dan kekuatan kaki. Tahulah ya engkel kaki kanan saya pernah lepas ketika pandemi. Jadi mesti hati-hati banget kalo jalan, apalagi lari!

Lalu karena tiba-tiba saya dibawa ke IGD (tahun ini 4 kali dibawa ke IGD tengah malam dan rawat inap 2 kali), jadilah dokter menyarankan saya untuk jalan kaki saja setelah pemulihan dari rumah sakit. Gak boleh lari dulu nih ceritanya. Ya sudah nurut aja deh dari pada ambruk lagi. Walau pun kaki gatal banget rasanya pengen lari-lari kecil gitu. Hahaha. Tahaaaannnn..

Tapi ya namanya manusia ya, apalagi yang bentukannya kayak saya gini, tiap hari kena julid dari beberapa pengunjung yang sebenarnya gak pernah saya lihat di taman tempat saya berolahraga. Saya ke taman 5x seminggu, kecuali kalau kebetulan ada jadwal kontrol ke psikiater, biasanya bolong sehari tuh. 

Julidnya kayak apa sih? 'Lihat tuh, badan udah kurus kering begitu masih aja olahraga'. Bahkan ada sekelompok ibu-ibu tiba-tiba nyeletuk 'ayo olahraga, kalau udah putih kurus jangan olahraga lagi, kayak bihun entar!' Lantas saya nengok dan senyum, si ibu langsung menutup mulutnya dan teman di sebelahnya bilang 'ih elu mah, nyablak banget sih mulut lu, berisik banget komentarin orang terus' sambil menepuk bahu temannya. Tentu saja, kelompok ibu-ibu ini belum pernah saya lihat, dan mereka kesana untuk membuat video tiktok dengan kostum 'stabilo warna-warni' (teman saya bilang kostum stabilo untuk seragam senam 😅).

Ada lagi komentar ketika kebetulan saya sedang latihan untuk pendakian selanjutnya. Beberapa hari itu saya membawa tas carrier berisi beberapa botol air dengan berat tas sekitar 6 kilogram. Target latihan 5 kilometer dengan kontur jalan menanjak dan menurun yang cukup pas untuk latihan mendaki. Seperti biasa saya melihat orang-orang yang bisa berolahraga di taman, dan mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Tapi, begitu saya jalan ke tengah ada saja orang yang menengok lantas tertawa, bahkan ada yang terang-terangan menyindir 'Ini taman, bukan gunung! Ngapain bawa-bawa tas begituan di taman, salah tempat!'. Ada pula yang bilang 'lihat tuh, gedean tas dari pada orang yang bawa tasnya' dan sepasang (mungkin kekasih) ini tertawa. 

Di rute menanjak, ada orang-orang yang duduk piknik yang lantas tertawa dan mengomentari saya dengan kalimat-kalimat yang harusnya sih gak etis untuk mereka keluarkan. Dan itu terjadi berulang-ulang karena saya berkeliling taman sebanyak 10 putaran. Sampai pada putaran terakhir, ketika mereka mulai melempar kalimat menyindir, lantas saya menengok dan memasang senyum paling manis yang saya punya. Dan apa yang terjadi? Mereka diam, mendadak sepi dooong. Dan mereka pura-pura sibuk ambil ini itu di alas duduk mereka, ada juga yang pura-pura sibuk dengan gawai nya.

Dari sini jelas sekali terlihat, orang-orang yang rajin berolahraga tidak saling mengganggu. Mereka fokus dengan latihan mereka masing-masing. Sementara orang-orang yang datang ke taman untuk olah rahang atau foto-foto, bisa julid dan semena-mena mengomentari orang lain. Lantas, apakah orang kurus tidak perlu berolahraga?