; Belajar Memaafkan Diri Sendiri - SayaNaia

Belajar Memaafkan Diri Sendiri

Hai teman-teman, semoga kalian sehat selalu ya. Hmm judulnya agak berat ya, 'Belajar Memaafkan Diri Sendiri'. Ini sebetulnya tulisan untuk diri saya sendiri yang selama ini terus dihantui rasa bersalah karena tidak bisa mewujudkan apa-apa yang pernah saya rencanakan dan saya harapkan dulu. Boleh ya saya sedikit bercerita?

Saya mungkin punya banyak kenangan indah ketika kecil dulu, dan begitu menginjak usia remaja, ada banyak hal yang membuat saya merasa jatuh. Saya yang dulu punya banyak teman di sekeliling saya, tiba-tiba merasa kesepian. Saat itu usaha ayah saya tiba-tiba bangkrut dan ayah harus menjual 2 toko miliknya. Istilah sudah jatuh tertimpa tangga mungkin bisa cocok dengan kondisi kami saat itu. 









Ah begitu saja, kami biasa hidup susah kok? Pasti akan ada orang yang study banding alias adu nasib. "Ah lu mah masih mending, gw nih.. bla bla bla..". Biasa ya warga +62 πŸ˜… paling enak memang menaikkan harga diri tapi menjatuhkan orang lain. Ups πŸ‘€

Tapi kejadian demi kejadian di masa lalu juga yang membuat saya jadi seperti sekarang. Bahkan, bagian terparahnya adalah saya tidak lagi bisa menangis. Padahal menangis itu bukan sebuah kelemahan, ini kata ahli psikologi ya. Ketika kuliah, saya banyak membaca buku tentang psikologi. Karena awalnya saya ingin sekali bisa mengambil jurusan psikologi ketika kuliah dulu, tapi apa daya situasi tidak memungkinkan. Saya masuk kampus dengan beasiswa, lalu kuliah sambil bekerja demi bisa membayar uang kuliah sampai selesai, karena orang tua saya sudah tidak sanggup membiayai saya saat itu. 

Gaji pertama saya waktu itu 550 ribu kalo gak salah, saat itu saya masih berstatus pegawai kontrak selama 3 bulan sebagai penulis skrip di salah satu radio swasta di Jakarta. Lalu setelah 3 bulan, gaji saya naik menjadi 750 ribu, dan naik lagi setelah 3 bulan berikutnya. Dan sampai akhirnya saya menjadi pegawai tetap dengan gaji yang cukup untuk kuliah dan sedikit membantu keperluan dapur atau biaya sekolah adik-adik saya. 

Tapi sebelum itu, di masa SMP-SMA, saya membantu mama saya memasang payet di baju pesta untuk anak-anak. Kala itu mama mengambil banyak di bos konveksi di dekat rumah, dan saya bisa mendapat gaji 40 ribu setiap hari sabtu. Minggu libur, dan kembali memasang payet di hari senin-jum'at malam. Karena saat itu saya masih bersekolah, jadilah saya sering tidur di atas jam 11 malam. Kalau tangan tertusuk jarum kayaknya sudah bukan masalah, bahkan ujung jari telunjuk dan jempol sudah kapalan πŸ˜†. Pedesss. Bisa dibilang saya ini pemburu beasiswa πŸ˜† Karena kalau saya dapat beasiswa, artinya saya bisa menghemat biaya sekolah untuk membeli buku-buku bacaan. Saya ingat betul ada salah satu mahasiswa yang menyebut saya miskin dan menyebutkan harga pakaian saya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kalau sekarang trennya, 'Berapa harga outfit lo?' πŸ˜†

Kalau sedang santai, saya masih menyempatkan waktu pergi ke perpustakaan umum daerah di sekitar kampus atau saat masih bersekolah, saya rajin meminjam buku di perpustakaan sekolah. Saya juga menjual hasil karya berupa gambar atau membuat pesanan kartu ucapan. Kadang saya pun berkeliling sambil membawa sekantong plastik besar kosmetik (dulu merk Avon) yang modalnya diberikan oleh wali kelas saya di SMA. Saya bisa menyimpan hasil penjualan sebesar 20% dari total produk yang berhasil terjual. Saya bersyukur punya kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendo'akan saya. 

Jadi bisa dibilang waktu bermain saya sangat sedikit saat itu, tapi bukan berarti saya tidak memiliki teman sama sekali. Kebanyakan teman saya memang laki-laki karena saya sangat tomboy. Dan berteman dengan laki-laki rasanya lebih bebas karena tidak terikat waktu untuk terus main di saat kami sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ya paling sabtu sore saya dijemput dan kami biasanya nge-band. Ya saya dulu suka sekali bernyanyi, dan kebetulan semua abang saya bisa memainkan alat musik, saya bagian bernyanyi aja deh πŸ˜…. Lalu bertemu dengan teman-teman yang kebetulan punya studio band di rumahnya. Entah kabar mereka sekarang, karena kami kehilangan kontak sejak saya lulus kuliah. 

Saya dan abang-abang seringkali belajar dengan lilin karena listrik di rumah kami diputus karena belum bisa membayar. Setiap kali belajar dalam gelap, kami berkumpul di tengah ruangan dan saya menyanyikan lagu Mata Hati soundtrack lagu dari program orang pinggiran "Lihatlah dan bukalah mata hatimuuu.. Melihatnya lemah terluka, namun semangatnya takkan pernah pudar. Ingat Tuhan kan berikan jalan.. '. Habis itu biasanya kami malah tertawa bersama. Kami pun tidak punya TV, lalu om saya memberi kami TV ukuran 14 inchi yang layarnya berwarna kuning, ya udah warnanya kuning aja gak ada warna lain πŸ˜‚. Pernah juga merasakan nasi jatah beras p*s, dulu sebutannya gitu. Tahu dong beras yang lebih banyak gabah, batu sama kutu ketimbang berasnya sendiri. Jika beruntung bisa makan dengan telur goreng dan kecap, kalau enggak ya, pakai garam juga jadi, atau dua bungkus mie rebus dengan kuah super banyak untuk satu keluarga. Kalau ada kelebihan uang, bisa beli sawi, kol atau tomat biar mie nya berwarna.

Selain jadi seorang psikolog, saya juga punya cita-cita untuk punya studio seni sendiri. Karena setiap kali saya membuat proyek seni, rasanya hati saya benar-benar lega. Saya bisa mengurangi rasa marah atau sedih saat itu.  Mungkin saya masih bisa mewujudkan untuk memiliki studio seni sendiri di rumah. Ya semoga saja bisa πŸ˜….

Dalam percintaan, duh ini rumit. πŸ˜… Saya bukan orang yang beruntung di masa muda. Kayak orang-orang yang punya banyak kisah indah tentang cerita cintanya dulu. Saya mah.. ya gitu deh. Ada indahnya sih, tapi ya cuma sebentar saja. Tapi itu dulu ya.. Dulu..

Tak banyak yang tahu kalau saya menyimpan banyak luka, karena saya selalu berusaha tersenyum agar orang lain nyaman ketika berhadapan dengan saya. Saya berusaha kuat seakan-akan cacian tidak bisa membuat saya kalah, meski dalam hati saya ingin menangis. Apalagi jika hinaan itu dilakukan di depan banyak orang. Entah mengapa saya selalu hanya bisa tersenyum dalam situasi serumit apa pun. Meski sebenarnya saya sangat lelah. Terkadang saya pun menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi beberapa belas tahun ke belakang. Tetapi saya kembali menyadari bahwa saya tidak menyesal dengan apa yang sudah saya pilih dan saya jalani hingga hari ini.

Ada banyak hal yang saya sesali, ada banyak pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Tetapi saya mengerti bahwa kita tidak akan pernah bisa kembali mengulang masa-masa itu walaupun hanya sekedar ingin memperbaiki yang harus diperbaiki saat itu juga. Kalau bisa berandai-andai dan mendapat kesempatan kembali ke masa lalu, saya ingin menyampaikan apa yang saya rasakan, namun saya tetap ingin menjadi diri saya yang sekarang, tetapi bukan saya yang terlalu keras pada diri sendiri. Saya ingin bisa memeluk diri ini dan mengatakan 'menangislah agar kau tenang, tak apa bila yang kau impikan tak bisa kau raih. Kau tidak salah, kau adalah versi terbaik dari manusia kuat yang sudah Allah ciptakan'. Saya ingin bisa lebih mencintai diri sendiri. Peluk jauh dari saya untuk semua teman-teman yang terus berjuang demi kebahagiaan diri.

Naia Djunaedi
Naia Djunaedi Betawi - Cirebon - China - India - Arab Maklum. Ibu dari 3 anak, ex Radio Script Writer, ex Journalist, Bookworm, Senang menonton drama dan film, Ambivert, Senang menertawakan kehidupan, Terlahir dengan wajah jutek dan aslinya memang galak sih.. Hehehehe. Open Comission for art on Instagram or e-mail

14 comments for "Belajar Memaafkan Diri Sendiri"

  1. ngebaca ceritanya jadi ikutan sedih, semoga saat ini sudha lebih baik ya dari jaman sekolah dulu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah sudah jauh lebih baik, Mas.. Hehehe.. Tapi saya bersyukur dengan banyak kejadian yang menguatkan saya, supaya saya tetap ingat bahwa kaki masih harus terus menginjak bumi.

      Terima kasih sudah membaca tulisan saya ya ^_^

      Delete
    2. sekarang jadi lebih banyak cerita perjalan y mbak,

      Delete
  2. tiap cobaan pasti ada hikmahnya mbak, dari semua yang mbak naia alamin pastinta banyak pelajaran yang bisa di ambil, jadi apapun keadaanya di syukuri aja mbak naia :)

    ReplyDelete
  3. Tapi pernah jadi penyiar juga ga mba? Eh aku pikir dulu kalo radio itu ga ada script nya, improvisasi sendiri, tapi ternyata ada Yaa πŸ˜…

    Dalam bayanganku kalo udh kerja di radio, suaranya pasti bagus, Krn rara2 memang begitu kan πŸ˜„. Jadi ga heran kalo banyak yg bisa nyanyi.

    Hidup yg banyak cobaannya, biasa membuat kita jadi lebih kuat, lebih tahan banting. Kesuksesan yang diraih biasanya jadi lebih awet dan stabil, Krn dia mendapatkan itu semua ga instan. πŸ€—

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, aku dulu nyoba siaran juga seminggu. Habis itu aku milih jadi penulis skrip aja karena lebih suka di belakang layar, hehehe.

      Jangan ketipu suara ya.. wkwkwk..

      Aamiin, Alhamdulillah sekarang udah lumayan bisa menikmati hidup.. hehehe

      Delete
  4. Masya Allah Kak, semua kejadian itulah yang membuat Kakak bisa di tahap ini. Kakak adalah wanita yang hebatπŸ‘πŸ‘πŸ‘.

    Semoga bisa terus menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sekitar dan keluarga ya Kak. Insya Allah semua akan indah pada waktunya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, terima kasih Teddy. Semoga kamu sukses ya

      Delete
  5. Kisah yang mengharu biru. Zaman bunda kecil malah lebih parah. Makan nasi bercampur pisang mentah, sergum, jagung, adalah keseharian kami. Karena orang tua tak sanggup beli beras.

    ReplyDelete
  6. Saya pun juga merasa kesepiyan kini ,dimana dulu waktu perekonomian kamu membaik semua orang pada hormat pada kami kini saat perekonomian kami terpuruk paska ayah meninggal semua orang pada membullying kami , menjauhi kami tapi selama ada tuhan kamu yakin semua pasti kan baik saja.

    ReplyDelete
  7. kita diuji dengan kemampuan yang kita ada. dari kesusahan ia mengajar kita menjadi lebih baik serta mampu berfikir jauh ke hadapan. setiap kesulitan ada jalan keluarnya. cuma kita manusia... adakala tahap sabarnya tak sekuat yang dikata...

    ReplyDelete

Post a Comment