; Tuhan Ada di Hatimu - Husein Ja'far Al-Hadar - SayaNaia

Tuhan Ada di Hatimu - Husein Ja'far Al-Hadar

Judul Buku    : Tidak di Ka'bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu.
Penulis          : Husein Ja'far Al-Hadar
Penerbit        : Noura Books
Tebal            : 208 Halaman
ISBN            : 978-623-242-147-9
Tahun Terbit  : Januari 2022







Halo apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat ya. Langsung saja deh, sudah ada yang pernah baca buku ini dengan gambar di atas belum? Judulnya lumayan panjang ya "Tidak di Ka'bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu". Buku ini sudah beredar sejak tahun 2020, hanya saja baru tahun ini saya bisa mendapatkan buku dengan sampul depan yang berbeda dengan cetakan sebelumnya. 

Buku ini dibagi menjadi 4 Bab, yakni permasalahan tentang:
  • Hijrah
  • Islam Bijak Bukan Bajak, 
  • Akhlak Islam
  • Nada, Canda dan Beda
Dan di dalamnya terbagi lagi menjadi beberapa sub judul yang sangat menarik. Terlepas dari rumor yang berhembus kencang mengenai aqidah sang penulis, yakni Habib Husein Ja'far Al-Hadar dalam beberapa bulan terakhir ini. Saya hanya ingin mengulas sedikit tentang isi buku yang mengajak kita untuk bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim, pun dengan teman-teman non muslim. Bisa dibilang saya membeli buku ini jauh sebelum saya mendengar rumor tentang beliau yang cukup bikin saya terkejut. Tapi sudahlah, kita ambil saja pelajaran yang baik dari buku ini, dan jika ada yang buruk, bisa kita tinggalkan dan tidak perlu diikuti. Wallahu'alam bis-shawab..

Pembahasan yang menarik salah satunya pasti tentang hijrah. Mengapa? Karena beberapa tahun lalu mendapat pengalaman yang cukup bikin saya sakit hati tapi juga tertawa karena mendapat tuduhan tak beralasan dari sebut saja 'oknum yang baru beberapa hari hijrah'. Dari kenal kemudian menjadi asing karena saya sudah diberi stempel sesat oleh beberapa orang ini. Dan pada akhirnya saya memutuskan untuk memblokir mereka demi kesehatan mental saya karena saya lelah dituduh macam-macam 😆. Hanya karena berbeda mazhab, lantas menuduh orang yang tidak sama dengannya adalah orang yang tersesat. 


"Jangan sampai setelah berhijrah, 
ibadah kita menjadi lebih semangat, namun kita menjadi tidak murah senyum kepada orang lain."


Seperti yang disampaikan dalam buku ini, ketika kita sudah memutuskan untuk berhijrah maka tetaplah rendah hati. Sebab hijrah itu sendiri berarti pindah dari suatu keadaan (tempat) atau kondisi ke keadaan atau kondisi yang lebih baik. Seperti dulu Rasulullah hijrah ke Madinah karena perintah Allah, sebab situasi di Mekkah yang bisa membahayakan Rasulullah dan umat muslim di Mekkah. Tetapi saat ini istilah hijrah lebih populer dalam hal ajaran agama. Misalnya orang yang tadinya belum berhijab, lantas menutup auratnya, rajin mengikuti kajian untuk memperdalam ilmu agama. 

Sayangnya, entah mengapa hijrahnya lantas membawa hatinya seakan ikut pergi, kata-kata yang keluar seringkali membuat orang sakit hati. Ya hanya karena perbedaan pandangan mengenai sesuatu, padahal semua masih bisa dibicarakan atau didiskusikan baik-baik. 


"Jangan pernah merasa suci, karena begitu kita merasa suci, saat itu kita sedang kotor. Sebagaimana ketika kita merasa pintar,
kita akan berhenti belajar dan itu merupakan bentuk kebodohan."


Masih ada banyak pembahasan menarik di buku ini yang dekat sekali dengan masalah kita di kehidupan sehari-hari. Intinya ketika kita mengaku sebagai orang yang beragama, maka 'jangan galak' terhadap orang lain, apalagi ke sesama muslim. Jika ingin menasihati, cukup sampaikan ketika sedang bersama orang yang dimaksud, tidak perlu berisik di media sosial, atau mempermalukannya di depan orang banyak. Buku ini juga sebagai pengingat bagi diri saya sendiri agar terus bersikap santun meski terkadang ingin rasanya membalas ucapan-ucapan menyakitkan dari orang-orang yang menganggap dirinya berbeda dengan saya.


"Jangan pernah karena ketidaktahuan dan kebodohan kita, kita merendahkan siapa pun di muka bumi ini. Karena setiap makhluk Allah, hidup mau pun tidak hidup memiliki kelebihannya masing-masing."

-Cak Nun-





Naia Djunaedi
Naia Djunaedi Betawi - Cirebon - China - India - Arab Maklum. Ibu dari 3 anak, ex Radio Script Writer, ex Journalist, Bookworm, Senang menonton drama dan film, Ambivert, Senang menertawakan kehidupan, Terlahir dengan wajah jutek dan aslinya memang galak sih.. Hehehehe. Open Comission for art on Instagram or e-mail

12 comments for "Tuhan Ada di Hatimu - Husein Ja'far Al-Hadar"

  1. Pernah juga menemui oknum begitu, ananda Naia. Ngajinya baru sebulan sudah melabi semua orang kampungnya tak ada yang benar keislaman dan ibadahnya, kecuali 3 orang. Padahal pendidikan dia sekolah umum. Kecuali lulusan pesantren., boleh jadilah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya bunda, menghadapi orang-orang semacam ini bikin pusing. Ketika diam mereka seakan menggigit, kita jawab pun hanya bikin capek saja. Jadi mending blokir sekalian. Lucunya memang, mengaji hanya sebatas nonton video 3 menit, habis itu berisik menuduh orang lain sesat. Ya itu, kebanyakan baru belajar sebentar tapi merasa paling tau hukum agama. Astaghfirullah

      Delete
  2. Ini habib Ja'far kan ya? Wah itu habib kontennya menyegarkan dan sangat santun. Jadi enak mengikuti beliau.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo saya sebatas baca buku ini aja sih, suami yang suka nonton kontennya Habib. Kalo saya sukanya nonton kontennya Cak Nun.. hehehehe.. Tapi buku ini isinya bagus menurut saya

      Delete
  3. setuju kak nai..menghadapi orang yang ngoceh tak beralasan dan hobi main tuduh padahal kita ngapa ngapain be enggak ya mending hindari..bila perlu pabila sudah sangat mengganggu ya ga ada jalan lain selain blokir. Kan yang tahu kita dengan yang di Atas adalah diri sendiri. Dan itu masalah privasi...Aku lebih suka yang cinta damai hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbul, capek menghadapi orang yang suka asal main tuduh. Dulu itu aku pernah disebut sesat, syiah, wahabi dll.. wkwkkwk.. wong ayahku NU kok.. Lagi pula temenku banyak dan mereka mazhabnya jg beda².. gak ada dr kami yg saling tuding sesat, ibadah masing² cukup Allah yang menilai. Lha ini kenal blm lama langsung tuduh begini begitu krna buku yg aku baca. Apa kabar kalo dia kenal sm alm. Adiknya ayah yg pernah baca injil barnabas, bisa² om ku itu dituduh murtad lagi.. haduh..

      Delete
  4. Aku ngga tau apakah pengalamanku sama atau enggak, tapi pernah juga sampai ngerasa nggak enak karena beda dengan orang lain. Aku ngga sampai dicap aneh-aneh sih, cuma yaaa menurut aku secara tersirat iya. Entahlah apa aku yg terlalu sensitif.
    Terimakasih pengingat ya mbaa, bisa jadi nasehat buatku juga supaya aku nggak gampang nge-cap orang, krna aku sendiri ga suka dicap aneh2 sama orang lain ehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf ini ternyata masuk spam, baru aja aku cek satu2 komen yang masuk. Maaf ya..

      Betul, kalo kita mau diperlakukan baik sebaliknya kita duluan yang mesti berlaku baik. Soal nanti orang mau baik atau enggak ke kita ya biar jadi urusan dia. Tapi sekarang ini banyak orang yang suka seenaknya berkomentar sih ya, suka kasih label ke orang lain. Yang kuat n sabar, kalo kita beda ya resikonya memang begitu, rasanya kayak dimusuhin satu kampung. Hehehehe. Yang penting hidup gak aneh2, ya kan..

      Delete
  5. Kak apakah komentar saya nggak masuk?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebelumnya udah pernah komen? Gak muncul di notifikasi soalnya. Kayaknya memang gak masuk

      Delete
    2. Loh ga masuk berarti ya 🤧

      Delete
    3. iya, soalnya gak ada.. hehehehe.. btw boleh kirim e-mail kalo mau curhat2

      Delete

Post a Comment